Pengadilan Tinggi Banten membatalkan putusan sela Pengadilan Negeri Tangerang yang telah membebaskan Prita Mulyasari, terdakwa kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni Internasional Tangerang. Pada 25 Juni silam, PN Tangerang telah mengeluarkan putusan sela yang membebaskan Prita dari segala dakwaan. Prita dinyatakan tidak terbukti bersalah dalam kasus pencemaran nama baik RS Omni Internasional.

Ketua PT Banten, Sumarno, yang dihubungi Metro TV via telepon, Kamis (30/7) malam, membenarkan majelis hakim PT Banten telah mengeluarkan putusan terkait kasus Prita Mulyasari. Putusan yang membatalkan putusan sela PN Tangerang itu dikeluarkan pada 27 Juli silam.

Sumarno menuturkan, setelah dipelajari majelis hakim tinggi, dalam putusan sela PN Tangerang itu ternyata terdapat kekeliruan penafsiran Pasal 54 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Menurut Sumarno, ayat satu menyebutkan bahwa UU ITE secara otomatis berlaku sejak diundangkan. Ini karena UU ITE tidak memerlukan peraturan pemerintah (PP) lebih lanjut dalal pelaksanaan-nya.

"Kecuali di dalam ayat dua-nya memang disebutkan bahwa peraturan pemerintah harus sudah ditetapkan paling lambat dua tahuh setelah diundangkan-nya UU ITE ini," jelas Sumarno.

Sumarno menjelaskan, putusan PT Banten ini tidak serta merta untuk menahan kembali Prita Mulyasari. Putusan PT Banten itu hanya memerintahkan agar PN Tangerang, membuka dan memeriksa kembali perkara Prita dan RS Omni Internasional. Dan soal waktu sidang lanjutannya, itu terserah majelis PN Tangerang. "Nanti majelis PN Tangerang harus memeriksa ulang perkara tersebut sampai ada putusan. Soal putusannya bagaimana, itu nanti terserah majelis (PN Tangerang)," papar Sumarno.

Sumarno pun tak bisa mengatakan ancaman hukuman untuk Prita. Yang jelas, apakah dakwaan bersifat alternatif, terbukti atau tidak. Jika tidak, Prita kemungkinan bisa bebas. Tapi, jika ada salah satu dakwaan terbuki, tentunya Prita bisa dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman. "Itu nanti tergantung unsur-unsur pidana-nya mana yang terbukti di persidangan," papar Sumarno.

Saya mengandai-andai. Seandainya unsur-unsur pidana di antara ketiga dakwaan tersebut tidak terbukti, pasti akan dibebaskan. Tetapi, kalau salah satu daripada pasal yang didakwakan, unsur-unsur pidananya terbukti, pasti juga akan dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman," kata Sumarno.

Soal jadwal sidang lanjutan, diserahkan kepada ketua PN Tangerang, setelah mendapat salinan putusan banding PT Banten.

Sementara itu, menanggapi putusan PT Banten, Prita mengaku belum bisa memberikan komentar. Ia mengaku belum mengetahui secara jelas dari putusan itu. Jikalau benar itu adanya, Prita mengaku hanya bisa pasrah. Ia pun belum berkoordinasi dengan kuasa hukum atas keputusan PT Banten ini.

Kasus Prita bermula dari surat elektronik (e-mail) di internet. Dalam e-mail-nya itu, ibu dua anak itu berkeluh kesah soal pelayanan RS Omni Internasional Tangerang. Tak disangka. Keluh kesah itu justru berbuntut panjang. Pihak Omni Tangerang menggugat Prita. Bahkan, karyawan Bank Sinar Mas itu beberapa pekan harus mendekam di sel tahanan sejak 13 Mei silam.

Prita dianggap telah mencemarkan nama baik. Prita dijerat UU ITE. Prita dijerat pasal berlapis, 310-311 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara. Prita juga dinilai telah melabrak Pasal 45 ayat 1 UU ITE dengan ancaman hukuman enam tahun penjara atau denda minimal Rp 1 miliar.

Kasus Prita ini menyedot perhatian masyarakat, tak hanya di Tanah Air, juga hingga ke luar negeri. Maklum, ini kasus pertama orang bisa dipenjara hanya karena berkeluh kesah di internet. Dukungan kepada Prita melalui grup-grup di internet terus mengalir, termasuk di jejaring sosial paling populer, Facebook.

Karena desakan masyarakat, termasuk dari elite politik, Prita akhirnya dibebaskan dari penjara. Status Prita diubah dari tahanan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang menjadi tahanan kota. Namun, itu tidak menyurutkan jumlah dukungan bagi ibu dua anak yang diancam hukuman enam tahun itu.

Persidangan Prita pun bergulir di PN Tangerang. Dan pada 25 Juni, majelis hakim PN Tangerang, melalui putusan sela, membebaskan Prita dari segala dakwaan.

Rupanya, putusan ini tidak memuaskan pihak RS Omni Internasional. Mereka kemudian mengajukan banding. Dan hari ini, Kamis (30/7), PT Banten menerima banding pihak RS Omni Internasional dengan membatalkan putusan PN Tangerang. Artinya, kasus Prita dalam pencemaran nama baik akan kembali berlanjut.(metrotvnews.com)