JAKARTA – Optimisme Jusuf Kalla soal kemampuan industri syariah mencapai market share 25 persen mendapat tanggapan Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Ahmad Riawan mengatakan, pencapaian market share 25 persen tersebutt tidak sulit, asal mengetahui apa yang harus dikerjakan dan bagaimana itu dilakukan.

“Hal itu bisa terwujud bila ada kebijakan yang sifatnya top down, jelas dan kuat,” kata Riawan, di sela seminar ‘Islamic Banks in the Light of Global Financial Crisis’ di Graha Niaga, Jakarta, Senin (15/6).

Dengan demikian, menurut Riawan, selain permintaan pasar juga ada dukungan kuat dari Pemerintah. Pasalnya, satu cara untuk mencapai market share 25 persen itu adalah dengan mengonversi salah satu bank BUMN.

Pemerintah, kata dia, juga sudah memberikan perhatian kepada industri perbankan syariah. Hanya saja Riawan menilai perhatian tersebut belum fokus dalam mengembangkan.

Untuk itu diperlukan kebijakan yang lebih fokud dalam mendorong industri keuangan syariah di Indonesia. (gie)

Sumber: Republika (Selasa, 16 Juni 2009)

Posted on Senin, Juni 22, 2009 by LPII FE UNRI

No comments


Berita seputar Manohara masih menghiasi sebagian media massa nasional. Meski kini secara perlahan, gaungnya mulai menurun. Bahkan terasa "basi" jika menyuguhkan informasi tentang kisah sedih Mano yang hanya itu-itu saja.

Ratusan komentar atas berita Manohara melalui e-mail yang masuk ke redaksi, hampir seluruhnya menyarankan agar Mano segera melakukan visum. Tujuannya jelas, supaya bukan hanya cerita dan kesaksian melulu yang mengemuka, tapi ada bukti konkret telah terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dengan adanya bukti nyata, proses hukum pun dapat lebih kuat lagi bergulir.

Hampir seminggu penuh publik menunggu-nunggu Manohara segera melakukan visum. Tapi entah kenapa tak segera dilakukan juga. Atau barangkali pers yang tidak tahu? Yang pasti makin lama, masyarakat kian gemas melihat Mano dan ibundanya yang terkesan lebih mementingkan wawancara dengan wartawan, atau "road show" ke stasiun-stasiun TV, dibanding segera melakukan visum.

Apa yang Sebenarnya Ingin Diketahui Publik?

Dua bulan lebih, cerita sedih tentang Manohara telah membentuk imajinasi tersendiri di dalam benak masyarakat. Manohara yang memiliki paras cantik, belia, kaya, istri seorang Pangeran Kelantan yang hidup serba mewah, makin menarik perhatian publik. Ditambah lagi, sang ibunda yang begitu agresif mendekati dan menceritakan kisah sedih putrinya ke media massa dan lembaga-lembaga publik dan pemerintahan, membuat masyarakat kian ingin tahu, benarkah penyiksaan itu menimpa Cik Puan Temenggong Manohara (17)?

Masyarakat ingin tahu kelanjutan dari kisah sedih itu. Apa sebenarnya yang terjadi? Benarkah cerita KDRT yang kejam itu menimpa Mano seperti yang diceritakan ibundanya secara luas ke publik? Bagaimana kondisi Mano?

Ketika Mano tiba di Indonesia, publik makin penasaran ingin tahu tentang kebenaran cerita KDRT itu. Terlebih dengan adanya bumbu-bumbu dramatik kisah "pelariannya" di Singapura yang seru itu. Namun saat melihat langsung kondisi Mano yang segar bugar dengan senyum yang selalu menghiasi tiap langkah penampilannya, kian membuat publik penasaran. Benarkah Manohara telah mengalami KDRT yang sadis itu? Mana buktinya?

Masyarakat telah telanjur hanyut oleh cerita yang menyeramkan tentang kisah KDRT yang dialami Mano. Tentang pelarangan berkomunikasi dengan keluarga di Jakarta, perlakuan kasar secara seksual, penyetruman, penyiletan di lengan dan badan, hingga tindakan penyetrikaan di beberapa bagian tubuh yang dilakukan oleh suaminya sendiri, Pangeran Kelantan Tengku Temenggong Muhammad Fakhry (31).

Kisah Manohara, mantan model kelahiran 28 Februari 1992 ini, memasuki babak baru. Setelah melaporkan kasusnya ke Mabes Polri, Mano melakukan visum di RSCM, Selasa, (9/6). Masyarakat tetap bertanya-tanya, kenapa harus menunggu begitu lama, baru melakukan visum? Ada apa ini? Soal lamanya action Manohara melakukan visum inilah yang kabarnya membuat pengacara OC Kaligis mundur. Juga jauh sebelumnya, aktivis perempuan Ratna Sarumpaet mundur karena alasan yang kurang lebih serupa, ibunda Mano - Daisy tak segera mengurus bukti-bukti adanya KDRT.

Mano melalui pengacaranya Hotman Paris Hutapea mengaku telah selesai menjalani visum. Sekitar 45 menit menjalani visum, Hotman Paris menyatakan bahwa hasil visum tim medis menunjukkan Mano positif mengalami penganiayaan fisik dan seksual. Bekas-bekas penganiayaan masih tegas tertinggal di sekujur tubuh Manohara. Kini tinggal menunggu hasil tes darah dan catatan psikologis tim medis. Pihak keluarga Manohara mengaku, visum ini sebenarnya merupakan yang kedua kalinya dilakukan.

Tim medis RSCM secara resmi belum memberikan keterangan hasil visum Manohara kepada pers. Keterangan ini menjadi sangat penting karena merekalah yang sebenarnya lebih tepat memberikan keterangan hasil medisnya kepada media massa. Tanya jawab antara tim medis dengan pers, barangkali akan bisa membantu rasa penasaran keingintahuan masyarakat tentang kebenaran kisah KDRT Manohara. Paling tidak keterangan resmi ahli medis bisa menguak tentang kebenaran kisah KDRT sang menantu Raja Kelantan itu.

Akan lebih kuat lagi, jika media massa bisa mendapatkan gambar-gambar bekas penganiayaan itu sebagai bukti. Publik pun akan makin percaya. (Liputan6.com)

Posted on Jumat, Juni 19, 2009 by LPII FE UNRI

No comments


Setelah lama nyaris tak terdengar, kasus dugaan suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) 2004, Miranda Swaray Goeltom, kembali menyeruak. Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini. "Ditetapkan sejak 8 Juni," oleh M. Jasin, Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan. (Kompas, KPK Tetapkan Empat Tersangka Kasus Suap Miranda, 9 Juni 2009)

Keempat orang itu adalah Udju Djuhaeri dari Fraksi TNI/Polri yang kini menjadi anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hamka Yandhu dari Fraksi Golkar, Endin Sofihara dari Partai Persatuan Pembangunan, dan Dudi Ma`mun Murod dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Mereka disangka menerima suap masing-masing sebesar Rp 500 juta dalam bentuk cek perjalanan usai terpilihnya Miranda sebagai Deputi Senior Gubernur BI.

Keempat orang tersebut dijadikan tersangka setelah KPK menemukan dua alat bukti, yakni cek perjalanan serta keterangan para saksi. Yasin membantah penetapan keempat tersangka ini terkait dengan upaya politisasi terhadap calon presiden tertentu. KPK, ucap Yasin, akan terus memburu anggota DPR lainnya yang diduga menerima cek perjalanan itu. "Ini baru tahap pertama," kata Yasin. Tentang Hamka, ia adalah terpidana kasus suap aliran dana BI ke DPR dalam meluluskan Undang-undang BI dan penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas BI. Ia sudah dipidana 3,5 tahun di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. Sementara Endin mengaku kecewa terhadap KPK. Namun, ia tetap akan mengikuti prosedur hukum yang berlaku.

Menurut temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK ada 480 pembeli cek perjalanan yang dibagikan kepada anggota DPR senilai Rp 24 miliar. Namun kata Yunus Husain, Ketua PPATK, pihaknya belum menemukan siapa pembeli cek itu. Akan tetapi, PPATK telah menyerahkan nama-nama yang mencairkan uang itu kepada KPK. Sepuluh orang di antaranya anggota DPR. Sisanya keluarga, istri, teman, hingga mahasiswi.

Mereka yang diduga mencairkan cek sendiri adalah Emir Moeis, Agus Condro Prayitno, Soewarno, Suratal H.W., Ni Luh Mariani Tirtasari, dan Budiningsih. Keenamnya adalah politikus PDIP. Yang lainnya adalah Azhar Muchlis dan Marthin Bria Seran dari Partai Golkar serta R. Sulistyadi dari Fraksi TNI/Polri.

Sementara anggota DPR yang diduga mencairkan cek melalui kerabatnya di antaranya Max Moein, William M. Tutuarima, dan almarhum Aberson Marle Sihaloho dari PDI Perjuangan. Selain itu ada Antony Zeidra Abidin dan Bobby S. Suhardiman dari Partai Golkar, serta Udju Djuhaeri dari Fraksi TNI/Polri.

Namun, Yunus sendiri menolak berkomentar atas kebenaran informasi ini. "Saya tidak bisa berkomentar, tanya saja ke Komisi Pemberantasan Korupsi," ucap Yunus. (Majalah Tempo - Hikayat Cek Pembeli Suara)

Nyanyian Agus Condro

Salah satu ruangan di lantai 10 Gedung DPR/MPR, Jakarta, itu tidak terlalu luas, sekitar ukuran tiga kali enam meter, sama seperti ruangan kerja anggota dewan lainnya. Di dalamnya terdapat satu kursi dan meja kerja yang di atasnya terdapat satu unit komputer. Selain itu, ada empat kursi tamu dengan satu meja. Ruangan ini adalah milik Emir Moeis, Ketua Komisi Keuangan dan Perbankan DPR, dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Dari ruangan inilah kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI Miranda S Goeltom bergulir. Ini setelah Agus Condro mengungkapkan sejumlah anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR periode 1999-2004 menerima uang dari Miranda Swaray Goeltom.

Menurut politisi dari PDIP tersebut, uang itu sebagai tanda terima kasih telah meloloskan Miranda hingga terpilih sebagai Deputi Gubernur Senior BI. "Amplopnya warna putih...isinya 10 lembar travel cheque BII nilainya per lembar Rp 50 juta," kata Agus.

Agus menceritakan, ia mengambil uang itu bersama William Tutuarima, Budiningsih, Mateus Formes, dan Muhammad Iqbal. Selain Emir Moeis, di dalam juga ada Dudhie Makmun Murod, juga dari PDIP. Uang itu diserahkan Dudhie setelah mengambil dari Emir. Setiap amplop sudah diberi tanda. "Setelah dibuka, jumlahnya saya hitung 10. Mas Dudhie dibuka jumlahnya juga 10. Yang lainnya jumlahnya juga sama," ucap Agus. "Tidak ada tanda terima, cuma dikasih begitu saja."

Namun, kejujuran Agus ini dibantah Emir. "Sebelum ngomong itu mestinya dipikir dulu, kalau orangnya tidak terima gimana. Dan saya memang tidak terima," kata Emir. Tetapi, Agus maju terus. Saat diwawancarai reporter Liputan 6 SCTV, Ariyo Ardi, 20 Agustus 2008, Agus mengaku mendapat dukungan Megawati Soekarnoputri, Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP, untuk membuka borok rekannya sendiri.

Selain di ruangan Emir itu, Agus juga masih mengingat Tjahjo Kumolo, Ketua Fraksi PDIP, dan Wakil Sekretaris Fraksi, Panda Nababan, juga berperan aktif dalam kasus ini. Keduanya mengarahkan politikus Banteng memilih Miranda, satu dari tiga calon yang diajukan Presiden Megawati Soekarnoputri. Sebuah pertemuan pun dirancang di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan. "Yang memimpin pertemuan itu Bang Panda (Panda Nababan)," ucap Agus.

Menurut Agus, sebelum memutuskan memilih Miranda, pimpinan fraksi mengumpulkan anggotanya. Dari 18 anggota, yang datang hanya 12 orang. "Pimpinan fraksi kemudian mengarahkan memilih Miranda karena reputasinya sudah internasional," ucap Agus.

Selain Emir, semua keterangan Agus juga ditampik Tjahjo, Panda, Dundhie. Tak hanya itu, Agus yang kini berdiam di Batang, Jawa Tengah, langsung dicopot sebagai anggota DPR. Namanya juga dicoret dari daftar calon anggota badan legislatif PDIP.

Miranda S Goeltom yang dituding Agus memberikan uang itu juga membantah. Mantan Deputi Gubernur BI ini menampik tuduhan suap saat uji kepatutan dan kelayakan pada 2004. Miranda juga menegaskan tidak mengenal Agus Condro.

Namun, dugaan suap yang diungkap Agus juga dirasakan Hakam Naja. Mantan anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional ini mengaku pernah ditemui utusan Miranda Goeltom dan ditawari sejumlah uang. "Ada utusan yang menyebut kalau bisa saya bertemu," kata Hakam.

Belakangan, Emir Moeis juga mengaku melihat adanya bagi-bagi uang saat pemilihan Miranda. Emir juga kebagian, namun ia mengaku menolaknya. "Iya, ada bagi-bagi. Saya pernah lihat tapi ketika itu saya menolak," ujar Emir, seperti dilansir beberapa media massa.

Emir mengaku tidak mengetahui dari mana uang itu berasal. Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga dana itu bukan dari anggaran Bank Indonesia melainkan sponsor di luar BI. Menurut hasil penyelidikan KPK, adalah Nunun Nurbaetie yang berperan sebagai pengantar 480 lembar cek, masing-masing senilai Rp 50 juta, kepada empat anggota dewan.

Atas perannya itu, istri mantan Wakil Kepala Kepolisian Indonesia Komjen (Purn) Adang Daradjatun ini diperiksa oleh KPK pada Oktober 2008. "Dia syok," kata Partahi Sihombing, pengacara Nunun. Menurut Partahi, kliennya dicecar pertanyaan seputar kegiatannya dan soal penyerahan cek perjalanan. "Dia (Nunun) tidak ada kaitannya dengan kasus itu," kata Partahi (Majalah Tempo 15062009 - Sang Pengantar Cek Pelawat)

Emir Moeis menyayangkan adanya bagi-bagi uang yang menyebabkan rekannya, Dudhie Makmun Murod, menjadi tersangka. "Sebenarnya tanpa traveler's cheque Miranda memang layak dipilih," ucap Emir.

Ya, Miranda S Goeltoem terpilih sebagai Deputi Gubernur Senior BI setelah meraih 41 suara lewat voting yang dilaksanakan Komisi IX DPR 8 Juni 2004. Ia menyisihkan dua kandidat lain Kepala Perwakilan BI di Tokyo Budi Rochadi yang mendapat 12 suara dan Deputi Gubernur BI, Hartadi A. Sarwono, satu suara.

Tapi, yang menarik dan patut disimak adalah pernyataan Emir yang akhirnya mengakui melihat adanya pembagian uang itu. Beranikah Emir mengungkap siapa saja rekan-rekannya di Komisi IX DPR yang menerima uang itu? Jika berani, berarti siapa tersangka baru yang ditetapkan KPK dalam kasus ini tampaknya hanya tinggal menunggu waktu. Semoga hiruk-pikuk pilpres tidak menenggelamkan kasus korupsi ini.(Liputan6.com)

Posted on Jumat, Juni 19, 2009 by LPII FE UNRI

No comments

Kamis malam lalu (28/5), saya menonton diskusi tentang ekonomi kerakyatan di TVRI yang menghadirkan cawapres Prabowo. Satu ungkapan Prabowo yang terngiang cukup keras adalah bahwa pemerintah tidak boleh hanya jadi wasit, namun harus campur tangan langsung untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi. Bentuknya antara lain adalah pemberdayaan BUMN untuk menggerakkan ekonomi, membalikkan arus privatisasi saat ini.

Anda setuju? Perlu diingat bahwa kebijakan privatisasi diambil tidak hanya karena desakan IMF, tanpa rasionalisasi sama sekali. BUMN telah lama dikenal sebagai sapi perah bukan hanya penguasa, namun juga swasta yang bermitra dengannya. Kabarnya banyak BUMN merugi karena inefisiensi pengelolaan maupun kebocoran yang tidak ada kaitannya dengan operasional BUMN.

Kalau BUMN sudah rugi, pada akhirnya pemerintah juga yang diminta menutupi kerugian tersebut dengan anggaran negara. Uang yang semestinya bisa digunakan untuk kemanfaatan rakyat justru digunakan untuk mensubsidi BUMN yang dikelola dengan buruk.

Privatisasi dianjurkan untuk mengobati BUMN bermasalah seperti ini. Kepemilikan swasta diharapkan dapat menegakkan disiplin pengelolaan. Jika inefisiensi terjadi lagi, pasar akan meresponnya dengan kejatuhan harga saham. Kerugian tidak akan ditolerir oleh pemilik swasta. Pemilik swasta merasa lebih baik melikuidasi perusahaan yang rugi terus-menerus. Likuidasi ini bagi manajemen dan karyawan berarti kehilangan pekerjaan. Karenanya, mereka akan berusaha mencegah jangan sampai perusahaan merugi.

Sayang sekali, tujuan baik privatisasi disalahgunakan oleh oportunis asing maupun domestik. Dengan menumpangi privatisasi, pemodal asing mengambil alih BUMN dari tangan pemerintah.

Mending jika BUMN yang dibeli memang perusahaan yang selama ini merugi. Kenyataannya, BUMN yang dijual justru yang selama ini berkinerja cukup bagus dan memiliki prospek yang sangat baik. Pola ini paling nampak dalam kasus privatisasi Indosat dan Telkomsel. Kedua BUMN ini memimpin pasar oligopolis pada sektor telekomunikasi yang mengalami pertumbuhan tercepat di Indonesia.

Kegagalan privatisasi juga disebabkan metode pengalihan saham dengan menjualnya pada investor strategis. Pemilihan investor strategis sangat tidak transparan dan rawan korupsi. Metode penjualan di bursa saham jauh lebih transparan dan memastikan adanya disiplin pasar.

Pemerintah saat itu beralasan bahwa pemilihan investor strategis akan memastikan terjadinya transfer teknologi dari investor strategis ke BUMN yang diprivatisasi. Masalahnya, tidak ada ukuran dan cara evaluasi yang pasti untuk mengetahui apakah transfer teknologi tersebut benar-benar terjadi pasca pengalihan.

Kegagalan privatisasi di Indonesia dikontribusi sebagian oleh proses penyelenggaraan negara yang buruk. Kegagalan pengelolaan BUMN juga disebabkan buruknya penyelenggaraan negara. Masalah terjadi dengan atau tanpa privatisasi, karena sumber masalahnya bukan pada privatisasi, melainkan pada kegagalan negara.

Pasar di mana pelakunya mengejar kepentingan diri masing-masing memang tidak bisa menjamin pemerataan. Di sisi lain, kita punya negara yang tidak bisa diandalkan. Seperti kampanye Ronald Reagan, "the state is not the solution, the state is the problem".

Prabowo menyadari hal ini di tengah pemaparan usulannya mengenai penggunaan BUMN sebagai penggerak ekonomi dengan menyebut bahwa memang selama ini belum sempurna namun bisa diperbaiki. Pengertian "belum sempurna" ini yang sering luput dari pendukung liberalisasi. Kebelumsempurnaan mencerminkan adanya manfaat, walaupun tidak sepenuhnya sesuai harapan.

Program pemerataan seperti BLT dan program pemberdayaan lain memang belum mampu mewujudkan tujuan pengentasan kemiskinan, namun bukannya tanpa guna. Pengendalian harga bahan pokok oleh BULOG mungkin tidak sepenuhnya efektif dan banyak kebocoran, namun tanpa BULOG harga bahan pokok jauh lebih tak terkendali.

Kaidah yang perlu diterapkan adalah, "kalau tidak dapat semua, jangan dibuang semua". Intervensi negara dalam setiap ranah kehidupan selalu diwarnai ketidaksempurnaan, namun tanpa intervensi tersebut banyak ketidakadilan dan ketelantaran.

Korupsi memang menghambat pencapaian kesejahteraan, namun eksistensi korupsi tidak menihilkan kemampuan pemerintah untuk memajukan kesejahteraan rakyat. China dan India adalah contoh negara yang tumbuh cepat walau korupsi masih dipraktikkan secara luas.

Pemberantasan korupsi dan intervensi pemerintah dalam ekonomi adalah dua masalah yang berbeda dan dapat dijalankan secara paralel. Walau pemberantasan korupsi belum selesai, intervensi pemerintah dalam ekonomi tetap dapat berjalan dan memberikan hasil.

Perekonomian kita memang memerlukan penyesuaian struktural agar fundamen lebih kokoh. Namun penyesuaian tersebut harus dijalankan secara pelan dan bertahap, sambil memperhatikan dampak-dampak yang tidak diinginkan. Penyesuaian tergesa-gesa yang dipaksakan oleh IMF dan ditunggangi banyak kepentingan justru membawa masalah yang bisa jadi lebih besar daripada masalah asal. (yosimitsu.blogspot.com)

Posted on Jumat, Juni 19, 2009 by LPII FE UNRI

No comments

Oleh : Mitsu IQRA'

Ramadhan..

Sahur.., sahur..!. Sahur.., sahur..!.
Ibu bangun ayo bangun, cepat masak untuk sahur..
Bapak bangun ayo bangun, Bantu ibu masak sahur..
Sayur asem, goreng tempe, pake bacem juga oke..

Kelotek tung teng.., kelotek tung teng
Kelotek tung teng.., kelotek tung teng

Terdengar nyanyian pengganggu tidur dari remaja mushola Al – falah di iringi bunyi alat musik semerawut yang sengaja di bikin ribut biar penduduk desa pada semaput alias bangun bin melek!.
Di setiap bulan Ramadahan, membangunkan orang sahur memang sudah jadi langganan ongge dan kawan – kawan. Tanpa mereka, bisa – bisa penduduk desa Rimbut bisa pada kesiangan alias gak sempet sahur!. Dengan modal ciut, nyanyian ribut dan alat musik yang semerawut pendududuk desa Rimbut memberi julukan "Orchestra Semaput" kepada ongge dan kawan – kawanya yang berwajah imut kayak semut tapi sering ke jedut!. Klop deh pokoknya.
Tapi jangan salah, walaupun dengan titel serba UT di atas, kehadiran orchestra semaput sangat din anti – nantikan penduduk desa rimbut terutama oleh ibu – ibu yang susah bangun pagi.



***



Malam ke dua belas Ramadhan..
Walaupun jama�ah shalat tarawih di mushola Al – falah semakin sepi, Orchestra Semaput masih tetap semangat membikin ribut. Soalnya, emang nggak ada hubungannya antara jama�ah sholat tarawih yang semakin sepi, dengan musik mereka yang ribut. Seperti biasanya. Setelah mereka bikin ribut, satu persatu rumah penduduk desa Rimbut pun menyala. Pertanda mereka telah bangun dari tidurnya.
" Hei.., coba liat rumah pak Toyek!", seru Sipai sambil menunjuk sebuah rumah yang lampunya belum menyala.
Ongge, Peyak, Kentung dan Umit pun spontan langsung mengarahkan pandanganya kea arah mana tangan Sipai menunjuk. Musik ribut pun berhenti.
" Eh iya, kok tumben ya!. Biasanya kalo kita udah bikin ribut pak Toyek pasti bangun!", kata Kentung menimpali.
" Coba kita lihat!", ajak Ongge. Lalu merekapun mendatangi rumah pak Toyek. Ketika sudah sampai di depan pintu rumah pak Toyek merekapun membuat koor salam.
" Assalamu�alaikum!", ucap mereka serempak. Namun tidak ada sahutan dari dalam rumah. Merekapun mengulanginya beberapa kali, tetap tidak ada jawaban!.
" Wah, kalo kayak gini caranya kita harus memainkan musik super ribut nih, biar pak Toyek bangun!", kata Ongge berapi api.
Oke deh, lanjuuuut..!!!".

Sahur.., sahur..!. Sahur.., sahur..!.
Ibu bangun ayo bangun, cepat masak untuk sahur..
Bapak bangun ayo bangun, bantu ibu masak sahur..
Sayur asem, goreng tempe, pake bacem juga oke..

Kelotek tung teng.., kelotek tung teng
Kelotek tung teng.., kelotek tung teng

Namun setelah berulang ulang mereka bikin musik Super Ribut, lampu rumah pak Toyek tetap tidak menyala. Akhirnya merekapun berhenti karena kelelahan.
" Wah, jangan – jangan terjadi sesuatu nih dengan pak Toyek!", kata Umit menduga – duga.
" Iya, bagaimana kalau kita laporkan hal ini sama pak lurah?", usul Sipai.
" Oke, kita ke sana sekarang!", kata Ongge mantap.
Setelah sampai di rumah pak lurah, merekapun langsung melaporkan hal itu.
" Pak lurah, gawat!", kata Ongge dengan wajah cemas.
" Gawat kenapa ngge?", tanya pak lurah penasaran.
" Begini pak, tadikan kami udah bikin ribut nih keliling kampung. Dan seperti biasanya, kalo kami uda bikin ribut begitu, para penduduk langsung bangun dan lampu – lampu rumah merekapun di nyalain. Tapi tadi kami liat, lampu di rumah pak toyek gak menyala.Terus kami datangin rumahnya, tapi setelah kami ngucapin salam berulang –ulang dengan suara yang keras lampu rumah pak toyek tetap gak nyala!. Nah, terus kami mainkan lagi musik super ribut, tapi lampu rumah pak toyek gak nyala – nyala juga!".
" Iya pak, kami menduga terjadi apa – apa dengan pak toyek. Makanya kami ngelapor sama pak lurah!", kata umit meyakinkan.
" Wah, bapak salut sama kalian semua. Ternyata kalian punya jiwa sosial yang tinggi!"� puji pak lurah. Mendengar pujian itu, ongge, peyak, kentung, sipai dan umitpun hidungya mekar kayak terigu cakra kembar!.
" Tapi kalian tau gak, kenapa lampu di rumah pak toyek gak nyala – nyala?", tanya pak lurah
" Emang kenapa pak?", tanya ongge mewakili rasa penasaran eman – temannya.
" Gini lho ngge. Tadi siang pak toyek tu pamitan sama bapak, katanya dia mau pulang ke rumah orang tuanya. Makannya walaupun kalian udah ngeluarin musik super ribut rumahnya tetap gelap!"
Lho kok???.
" Psss…!!!", kontan terigu cakra kembar yang sudah sempat mekar tadipun kempes lagi.!!!

***

Akhir Ramadhan…
Seperti biasanya, sebelum membuat ribut, para personil orchestra semaput berkumpul di mushola Al – falah. Ongge si pemukul kentong plus ketua orchestra semaput, peyak si penggetok kaleng, kentung si penabuh galon dan sipai si penggebuk wajan sudah berkumpul sejak jam dua tadi. Wajah mereka tampak kesal!. Bagaimana tidak kesal?. Sudah jam dua lewat lima belas menit begini, umit si penokok periuk belum datang – datang juga. Padahal biasanya, jam dua lewat satu menit mereka sudah mulai berkeliling kampung!. Ongge yang di tunjuk sebagai ketua orchestra semaput tampak gelisah, dari tadi dia sibuk mondar - mandir kayak setrikaan. Sementara itu, peyak yang juga gelisah mengatasi kegelisahannya dengan menarik – narik sarungnya yang kedodoran.
" Tung, kemana sih tu anak?. Jam segini kok belum datang – datang juga?", tanya peyak kepada kentung sambil menarik sarungnya yang barusan kedodoran lagi. Kentung yang sedang berusaha keras untuk membuat hidungnya mancung dengan memencet – mencet hidungnya yang pesek pun menjawab.
" Mana ane tempe, tanya aja sama toge, barang kali tahu!".
" Ah.., ente tung. Di Tanya bener – bener jawabnya malah lauk - pauk!", kata peyak kesal.
" Emang uda gak sabar tu si kentung pengen sahur!", celetuk sipai. "Coba ente tanya sama ketua!", kata sipai lagi.
Peyak pun menghampiri ongge yang masih kayak setrikaan!
" Ngge, peyak kemana?. Tu anak kenapa belum nongol – nongol juga?", tanya peyak kepada kongge.
" Ane juga gak tau yak!. Biasanya sih tuh anak gak pernah telat!", jawab ongge tanpa menghentikan aktifitas setrikaannya itu.
" Uda hampir setengah tiga nih!. Ntar kita telat ngebangunin penduduk!", kata kentung mengingatkan.
" Jangan – jangan dia masih molor lagi!", celetuk sipai.
" Bener juga ente pai, jangan – jangan dia emang masih molor!", kata kentung menimpali.
" Wah, kebangetan bener tuh anak!. Kita uda nunggu sampe karatan gini, dia malah enak – enakan molor di rumah!", kata peyak geram.
Ongge yang dari tadi masih mondar – mandir pun menghentikan aktifitas setrikaannya itu. Lalu dia pun berkata,
" Kalian ni pada ngomong apa sih?. Jangan su�udzon gitu sama sodara!. Iget, sekarang ni bulan Ramadhan. Emosi kudu di jaga!".
" Bukannya gitu ngge, kita ni uda nungguin dia dari tadi!. Tapi sampe karatan gini tuh anak belum nongol – nongol juga!", kata peyak mewakili teman – temannya melakukan pembelaan diri.
" Iya, ane ngerti!. Kalian pasti merasa terzholimi dengan keterlambatan dia. Tapi biar bagaimanapun juga, dia tetap sodara kita!. Kita harus tetap berhusnudzon sama dia!", kata ongge mencoba memberi pengertian kepada treman – temannya.
" Terus kita mesti gimana?", Tanya sipai.
" Gimana kalo kita datang ke rumah umit?. Kita buktiin semua yang kalian tuduhkan sama dia tadi!", usul ongge.
" Yup la, ane setuju!", kata kentung semangat.
" Ane juga setuju!", kata sipai mantap.
" Ente gimana yak?", tanya ongge kepada peyak yang dari tadi belum memberikan tanggapan.
" Oke, siapa takut!", jawab peyak yakin.
Setelah semua sepakat, merekapun memutuskan untuk langsung pergi ke rumah umit. Akan tetapi baru saja tujuh langkah melangkah, si umit sudah nongol di depan mereka.
" Assalamu�alaikum!", sapa umit ramah.
" Wa�alaikummus salam!", jawab peyak, kentung dan sipai dengan nada kesal. Kecuali ongge yang menjawab dengan lembut. Maklum deh ketua, mesti bijaksana dalam segala suasana!.
" Sory ya, ane telat!", kata umit dengan senyuman termanisnya.
" Ente sekate – kate!. Orang udah nunggu sampe karatan gini!. Ente dari mana aja sih?", semprot peyak.
" Iya. Sory.., sory.., ane emang salah!", kata umit masih dengan senyuman termanisnya. Walaupun teman – temannya pada cemberut dengan rambut kusut dan jidat berkerut plus omelan yang ceprat – ceprut, si umit tetap kiut dengan senyumannya yang imut. Inilah kelebihan si umit. Kalo soal senyum – senyum, emang dia jagonya!."Gara – gara ini ni!", kata umit lagi sambil menunjukkan periuknya yang gosong.
" Maksud ente apa mit?", tanya ongge penasaran.
" Gini ngge, ane tu telat karna periuk ini di pake sama ibu ane buat masak nasi. Soalnya periuk yang satu lagi bocor karna jatuh di senggol sama si burik. Jadi ane mesti nungguin ibu ane sampe selesai masak. Makannya lama. Kalo gak percaya pegang aja ni periuk, masih anget!", kata umit sambil menyodorkan periuknya. Peyak, kentung dan sipai pun segera memegang periuk itu. Bahkan karena penasaran ongge yang sebenarnya sudah percaya dengan perkataan umit tadi ikut memegang periuk itu.
" Iya, masih anget!", kata kentung membenarkan perkataan umit tadi. Sementara ongge, peyak dan sipai tidak berkomentar apa – apa, mereka hanya menganggukkan kepala.
" Nah, sekarang semuanyakan udah jelas. Ternyata apa yang kalian tuduhkan kepada umit tadi nggak bener. Sekarang cepat minta maaf sama umit!", suruh ongge kepada peyak kentung dan sipai. Peyak mendahului mnyalami tangan umit.
" Maafin ane ya mit, ane uda nuduh yang nggak – nggak!", kata peyak menyesal. Lalu peyakpun merangkul sobat karibnya itu.
" Maafin ane juga ya yak, uda bikin kalian kesel!", kata umit. Kentung dan sipaipun melakukan hal yang sama. Mereka saling bersalaman, mengucap maaf dan berpelukan..!!!. Mirip teletubies!.
" Ya uda, ane harap ini terakhir kalinya kita kayak gini. Lain kali, kita harus selalu ber husnudzon sama saudara kita. Nah sekarang, ayo kita bikin ribut lagi!", kata ongge semangat.
" Ocre bos!", jawab Peyak, Kentung , Sipai dan Umit serentak.

Sahur.., sahur..!. Sahur.., sahur..!.
Ibu bangun ayo bangun, cepat masak untuk sahur..
Bapak bangun ayo bangun, Bantu ibu masak sahur..
Sayur asem, goreng tempe, pake bacem juga oke..

Kelotek tung teng.., kelotek tung teng
Kelotek tung teng.., kelotek tung teng

***

Ramadhan pun pergi..
Malam ini, para personil orchestra semaput berkumpul di mushola Al - falah. Bukan untuk membangunkan orang sahur, akan tetapi untuk merayakan kemenangan atas perjuangan selama di bulan Ramadhan.
" Yaah, ramadhan telah pergi nih. Pensiun dong kita!", kata kentung lesu.
" Iya tung, ane sedih ni!", kata sipai.
" Uda deh jangan sedih gitu, kan masih ada ramadhan besok!", kata ongge mencoba menghibur.
" Itukan kalo kita masih hidup, kalo umur kita cuma sampe besok pagi gimana?",tanya Umit.
" Yaa.., kita berdo�a aja deh!. Supaya Allah ngasih kita umur yang panjang. Biar kita masih bisa bikin ribut lagi!!", jawab Ongge mantap. Lalu merekapun saling berangkulan dan berdoa..

Ya Allah, panjangkanlah umur kami, dan pertemukanlah lagi kami dengan bulan suci – MU, bulan ramadhan.., bulan yang penuh berkah dan ampunan… (Amin.).


***

SELESAI

Posted on Jumat, Juni 19, 2009 by LPII FE UNRI

No comments




Pengadilan Tinggi Banten membatalkan putusan sela Pengadilan Negeri Tangerang yang telah membebaskan Prita Mulyasari, terdakwa kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni Internasional Tangerang. Pada 25 Juni silam, PN Tangerang telah mengeluarkan putusan sela yang membebaskan Prita dari segala dakwaan. Prita dinyatakan tidak terbukti bersalah dalam kasus pencemaran nama baik RS Omni Internasional.

Ketua PT Banten, Sumarno, yang dihubungi Metro TV via telepon, Kamis (30/7) malam, membenarkan majelis hakim PT Banten telah mengeluarkan putusan terkait kasus Prita Mulyasari. Putusan yang membatalkan putusan sela PN Tangerang itu dikeluarkan pada 27 Juli silam.

Sumarno menuturkan, setelah dipelajari majelis hakim tinggi, dalam putusan sela PN Tangerang itu ternyata terdapat kekeliruan penafsiran Pasal 54 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Menurut Sumarno, ayat satu menyebutkan bahwa UU ITE secara otomatis berlaku sejak diundangkan. Ini karena UU ITE tidak memerlukan peraturan pemerintah (PP) lebih lanjut dalal pelaksanaan-nya.

"Kecuali di dalam ayat dua-nya memang disebutkan bahwa peraturan pemerintah harus sudah ditetapkan paling lambat dua tahuh setelah diundangkan-nya UU ITE ini," jelas Sumarno.

Sumarno menjelaskan, putusan PT Banten ini tidak serta merta untuk menahan kembali Prita Mulyasari. Putusan PT Banten itu hanya memerintahkan agar PN Tangerang, membuka dan memeriksa kembali perkara Prita dan RS Omni Internasional. Dan soal waktu sidang lanjutannya, itu terserah majelis PN Tangerang. "Nanti majelis PN Tangerang harus memeriksa ulang perkara tersebut sampai ada putusan. Soal putusannya bagaimana, itu nanti terserah majelis (PN Tangerang)," papar Sumarno.

Sumarno pun tak bisa mengatakan ancaman hukuman untuk Prita. Yang jelas, apakah dakwaan bersifat alternatif, terbukti atau tidak. Jika tidak, Prita kemungkinan bisa bebas. Tapi, jika ada salah satu dakwaan terbuki, tentunya Prita bisa dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman. "Itu nanti tergantung unsur-unsur pidana-nya mana yang terbukti di persidangan," papar Sumarno.

Saya mengandai-andai. Seandainya unsur-unsur pidana di antara ketiga dakwaan tersebut tidak terbukti, pasti akan dibebaskan. Tetapi, kalau salah satu daripada pasal yang didakwakan, unsur-unsur pidananya terbukti, pasti juga akan dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman," kata Sumarno.

Soal jadwal sidang lanjutan, diserahkan kepada ketua PN Tangerang, setelah mendapat salinan putusan banding PT Banten.

Sementara itu, menanggapi putusan PT Banten, Prita mengaku belum bisa memberikan komentar. Ia mengaku belum mengetahui secara jelas dari putusan itu. Jikalau benar itu adanya, Prita mengaku hanya bisa pasrah. Ia pun belum berkoordinasi dengan kuasa hukum atas keputusan PT Banten ini.

Kasus Prita bermula dari surat elektronik (e-mail) di internet. Dalam e-mail-nya itu, ibu dua anak itu berkeluh kesah soal pelayanan RS Omni Internasional Tangerang. Tak disangka. Keluh kesah itu justru berbuntut panjang. Pihak Omni Tangerang menggugat Prita. Bahkan, karyawan Bank Sinar Mas itu beberapa pekan harus mendekam di sel tahanan sejak 13 Mei silam.

Prita dianggap telah mencemarkan nama baik. Prita dijerat UU ITE. Prita dijerat pasal berlapis, 310-311 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara. Prita juga dinilai telah melabrak Pasal 45 ayat 1 UU ITE dengan ancaman hukuman enam tahun penjara atau denda minimal Rp 1 miliar.

Kasus Prita ini menyedot perhatian masyarakat, tak hanya di Tanah Air, juga hingga ke luar negeri. Maklum, ini kasus pertama orang bisa dipenjara hanya karena berkeluh kesah di internet. Dukungan kepada Prita melalui grup-grup di internet terus mengalir, termasuk di jejaring sosial paling populer, Facebook.

Karena desakan masyarakat, termasuk dari elite politik, Prita akhirnya dibebaskan dari penjara. Status Prita diubah dari tahanan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang menjadi tahanan kota. Namun, itu tidak menyurutkan jumlah dukungan bagi ibu dua anak yang diancam hukuman enam tahun itu.

Persidangan Prita pun bergulir di PN Tangerang. Dan pada 25 Juni, majelis hakim PN Tangerang, melalui putusan sela, membebaskan Prita dari segala dakwaan.

Rupanya, putusan ini tidak memuaskan pihak RS Omni Internasional. Mereka kemudian mengajukan banding. Dan hari ini, Kamis (30/7), PT Banten menerima banding pihak RS Omni Internasional dengan membatalkan putusan PN Tangerang. Artinya, kasus Prita dalam pencemaran nama baik akan kembali berlanjut.(metrotvnews.com)

Posted on Jumat, Juni 19, 2009 by LPII FE UNRI

No comments